Rabu, 28 Desember 2011

Seni Kebudayaan Wayang Golek


Tema : Penduduk, Masyarakat, dan Kebudayaan

Menuju pembahasan tentang Kebudayaan, kali ini saya akan membahas tentang Seni  Kebudayaan Wayang Golek.

Banyak orang yang beranggapan bahwa seni wayang golek berasal dari Negeri India. Padahal Kesenian Wayang Golek adalah kebudayaan asli Indonesia (khususnya di Pulau Jawa).
WAYANG salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang. Budaya wayang, yang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan.

Perlu kita ketahui wayang berasal dari Wad an Hyang yang artinya leluhur. Tetapi ada juga yang berpendapat lain tentang wayang yaitu berasal dari kata bayangan. Adapun yang berpendapat bahwa wayang berasal dari negri India mungkin saja karena melihat dari asal ceritanya yaitu mengambil dari cerita Ramayana dan Mahabrata (berasal dari Kitab Suci Hindu). Tetapi selanjutnya cerita-cerita itu diubah dan direkayasa disesuaikan dengan kebudayaan di Jawa.

Khususnya Di Jawa Barat seni wayang  dinamakan Wayang Golek. Yang Artinya, menjalankan seni wayang dengan menggunakan boneka terbuat dari kayu hampir menyerupai muka dan tubuh sosok manusia gambaran wayang.
 

Budaya wayang diperkirakan sudah lahir di Indo­nesia setidaknya pada zaman pemerintahan Prabu Airlangga, raja Kahuripan (976 -1012), yakni ketika kerajaan di Jawa Timur itu sedang makmur-makmur­nya. Karya sastra yang menjadi bahan cerita wayang sudah ditulis oleh para pujangga Indonesia, sejak abad X. Antara lain, naskah sastra Kitab Ramayana Kakawin berbahasa Jawa Kuna ditulis pada masa pemerintahan raja Dyah Balitung (989-910), yang merupakan gubahan dari Kitab Ramayana karangan pujangga In­dia, Walmiki. Selanjutnya, para pujangga Jawa tidak lagi hanya menerjemahkan Ramayana dan Mahabarata ke bahasa Jawa Kuna, tetapi menggubahnya dan menceritakan kembali dengan memasukkan falsafah Jawa kedalamnya. Contohnya, karya Empu Kanwa Arjunawiwaha Kakawin, yang merupakan gubahan yang berinduk pada Kitab Mahabarata. Gubahan lain yang lebih nyata bedanya derigan cerita asli versi In­dia, adalah Baratayuda Kakawin karya Empu Sedah dan Empu Panuluh. Karya agung ini dikerjakan pada masa pemerintahan Prabu Jayabaya, raja Kediri (1130 - 1160).

 Ada empat macam figure pada wayang golek, yaitu;
1.Figure Rahwana ( goleknya memakai makuta dengan model sekar kluwih dan ukirannya        menyerupai ukiran jaman Kerajaan Pajajaran dan Mataram dengan keturunannya yaitu; Suyudana dan Dursasana),
 2.Figure Arjuna (menggambarkan sosok pejuang sejati yang tampan dan gagah berani  bajunya memakai supit urang  seperti ; Bima dan Gatotkaca),
 3.Figure Garuda Mungkur (direka muka garuda dengan lidahnya keluar),
4.Figure Bineka Sari (seperti pohon cemara disusun ke atas seperti pada wayang Kresna, Baladewa, Arimbi, Rama dan Indra, figure Kuluk, asesoris bajunya memakai gambar garuda atau sumping seperti terdapat pada wayang Batara guru, Karna dan Kumbangkarna.
Figur-figur wayang golek tersebut dibuat ada yang menggunakan patokan (ugaran) dan berdasarekan seni bakatnya sendiri (berdasarkan selera masing-masing).
 Yang membuat wayang selama ini terdapat di daerah Selacau Batujajar - Bogor dan daerah  Cibiru - Bandung.

Adapun yang perlu kita ketahui selain figure-figure dari wayang golek tersebut yaitu bagian-bagian  dari seni wayang golek terdiri dari :
 Dalang yaitu yang memainkan boneka golek berdasarkan cerita yang telah dibuat dan
 goleknya itu sendiri berjumlahnya tidak sedikitb atau ratusan dari sekian banyak golek. Nayaga adalah sebutan dari orang yang memainkan gamelan, kendang, goong, rebab (alat musk gesek) dan juru kawih serta juru alok, Nayaga bisa juga  disebut group.
 Semua bagian-bagian tersebut menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena saling membutuhkan satu dengan yang lainnya.

Dan jika orang India beranggapan bahwa kisah Mahabarata serta Ramayana benar-benar terjadi di negerinya, orang Jawa pun menganggap kisah pewayangan benar-benar pernah terjadi di pulau Jawa.

Pertunjukan wayang biasanya dilakukan pada saat kawinan maupun hajatan sunatan, itu juga karena orang yang mengadakan pertunjukkan tersebut suka dengan pertunjukkan wayang golek.  Waktunya bisa semalam suntuk atau hanya beberapa jama saja. Isi ceritanya ada yang menganut prinsip galur (diambil secara utuh berdasarkan cerita Ramayana dan Mahabrata) dan ada yang menggunakan prinsip sempalan (mengambil bagian-bagian tertentu yang biasanya menarik penonton seperti; peperangan, dan dialog humor).

Pertujukan wayang yang menggunakan prinsip galur waktunya semalam suntuk sedangkan yang sempalan biasanya hanya satu sampai dua jam saja. Apalagi apabila pertunjukannya melalui media televise yang jamtayangnya sangat terbatas mungkin hanya 45 menit saja. Dalam kondisi masyarakat yang aktifitas socialnya tinggi dan menuntut waktu serba cepat, maka pertunjukan yang singkat tapi padat ceritanya dan dialog humornya menarik akan sangat diminati dibandingkan yang menggunakan jalan cerita prinsip galur dengan lama hingga waktu subuh. Bagi masyarakat dari golongan generasi tua dan fanatic terhadap prinsip galur wayang ia akan menyenangi jalan cerita aslinya walaupun ia dengar dan lihat berulang-ulang. Tapi, bagi generasi muda yang haus hiburan serba instant, maka cerita-cerita sempalan adalah paling disukai.

Kesenian  wayang sendiri masih sangatlah diminati oleh semua kalangan. Bukan hanya oleh orang tua saja, tapi juga anak remaja bahkan anak kecil juga telah biasa melihat pertunjukan wayang.
Perlu dijaga juga Kesenian Wayang Golek ini agar tidak di akui oleh negara lain.



Di ambil dari berbagai sumber.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar